Hari ini rembulan bersinar sempurna , beberapa pasangan muda-mudi memlih menikmatinya sambil bergandeng tangan menyusuri malam. Obor-obor di halaman rumah telah dinyalakan, para wanita tengah sibuk menghidangkan makan malam sedang riuh tawa dan “kegaduhan” meramaikan meja makan. Untuk sebuah negeri permai seperti Mesir, malam masih sama seperti sebelumnya. Namun... tidak di tempat ini. Di sini malam menyaksikan seorang pemuda terpekur menatap jeruji besi, kedua tangannya ditangkupkan pada lutut, seakan memberi isyarat pada sinar purnama yang menyusup dari lubang atap bahwa “aku ingin pulang.”. Pilu, sendu, sepi, sedih, rapuh, dan di antara semuanya malam memilih kata sepi. Usianya belum mencapai dua puluh tahun, tapi hidup telah menamparnya berkali-kali, kini ia terjembab. Deritanya bukanlah karena fitnah dari wanita paruh baya di dalam istana sehingga kepala penjara menyeretnya ke sini. Bukan. deritanya adalah sepi, telah be